Pendidikan dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Pendidikan merupakan tempat persemaian kebudayaan. Untuk mencapai kebudayaan / peradaban bangsa yang dicita-citakan kebudayaan merupakan fondasinya. Oleh karena itu Pendidikan tidak boleh tercerabut dari kebudayaan itu sendiri. Pendidikan maupun kebudayaan haruslah dinamis / selalu berubah untuk memenuhi tuntutan zaman. Kebudayaan maupun Pendidikan saat ini untuk menjawab tantangan revolusi industry 4.0 dengan percepatan teknologi yang luar biasa. Namun dengan adanya kemajuan teknologi perkenalan dan pertukaran dengan budaya lain tidak dapat terelakkan. Dengan Pendidikan yang berakar pada budayanya maka perkenalan dan pertukaran kebudayaan ini digunakan untuk menguatkan idenritas kebudayaan sendiri.

Pembelajaran berbasis budaya merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran (Dirjen Dikti, 2004: 12). Dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya menjadi sebuah metode bagi siswa yang mentrasformasikan hasil observasi mereka kedalam bentuk-bentuk dan prnsip-prinsip yang kreatif tentang alam sehingga peran siswa bukan sekedar meniru atau menerima saja informasi, tetapi berperan sebagai penciptaan makna, pemahaman, dan arti dari informasi yang diperolehnya. Pembelajaran Berbasis Budaya dilandaskan pada pengakuan terhadap budaya sebagai bagian yang fundamental bagi pendidikan, ekspresi dan komunikasi suatu gagasan, serta perkembangan pengetahuan. Pembelajaran Berbasis Budaya dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu belajar tentang budaya, belajar dengan budaya, belajar melalui budaya, dan belajar berbudaya. Landasan teori pembelajaran berbasis budaya, dalam pendidikan terutama berkembang dari hasil pemikiran Vygotsky, pemikiran Piaget, serta pemikiran Brooks & Brooks.
JENIS-JENIS PEMBELAJARAN BERBASIS BUDAYA
Pembelajaran Berbasis Budaya dilandaskan pada pengakuan terhadap budaya sebagai bagian yang fundamental bagi pendidikan, ekspresi dan komunikasi suatu gagasan, serta perkembangan pengetahuan.

1. Belajar tentang budaya
Belajar tentang budaya menempatkan budaya sebagai bidang ilmu. Menurut Sardjiyo dan Panen (2005: 88), budaya sebagai ilmu berarti budaya dipelajari dalam satu mata pelajaran khusus tentang budaya untuk budaya. Mata pelajaran tersebut tidak diintegrasikan dengan mata pelajaran yang lain dan tidak berhubungan satu sama lain. Mata pelajaran yang menempatkan budaya sebagai ilmu adalah mata pelajaran Seni Rupa, Seni Tari, Seni Musik, Seni Budaya dan Keterampilan, dan sebagainya. Pembelajaran berbasis budaya yang menempatkan budaya sebagai ilmu cenderung bergantung pada media kebudayaan yang disediakan guru. Di sekolah yang menyediakan sumber belajar seperti alat musik dan peralatan drama dalam mempelajari budaya maka mata pelajaran budaya di sekolah tersebut akan berkembang relatif lebih baik. Namun banyak sekolah yang tidak memiliki sumber belajar yang memadai sehingga mata pelajaran tersebut menjadi matapelajaran hafalan dari buku atau dari cerita guru (yang belum tentu benar). Dengan kondisi seperti itu pada akhirnya, mata pelajaran budaya menjadi tidak bermakna baik bagi siswa, guru, sekolah, maupun pengembang budaya dalam komunitas tempat sekolah berada. Inilah gambaran tentang ketidakberhasilan mata pelajaran budaya yang sekarang ini ada.

2. Belajar dengan budaya
Dalam belajar dengan budaya, budaya dan perwujudannya menjadi media pembelajaran dalam proses belajar, menjadi konteks dari contoh-contoh tentang konsep atau prinsip dalam suatu mata pelajaran, serta menjadi konteks penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu mata pelajaran. Misalnya, untuk memperkenalkan bentuk bilangan (bilangan positif, bilangan negatif) dalam suatu garis bilangan, digunakan tokoh wayang punakawan. Misalnya Semar akan memandu siswa berinteraksi dengan garis bilangan dan operasi bilangan dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran berbasis budaya ini dapat diterapkan di berbagai mata pelajaran, misalnya pada mata pelajaran IPA materi gelombang bunyi, guru dapat menggunakan gong yang merupakan alat musik tradisional, hal ini dapat meningkatkan kemampuan siswa di bidang mata pelajaran IPA dan juga menambah wawasan siswa dalam mengenal bentuk dan jenis-jenis alat musik tradisional.

3. Belajar melalui budaya
Belajar melalui budaya merupakan salah satu bentuk multiple representation of learning (Dirjen Dikti, 2004: 15), atau bentuk menilaian pemahaman dalam beragam bentuk. Misalnya siswa tidak perlu mengerjakan tes untuk mengerjakan topik tentang lingkungan hidup, tetapi siswa dapat membuat poster, membuat karangan, lukisan, lagu atau puisi yang melukiskan tentang lingkungan hidup. Mereka bebas mengekspresikan lewat karyanya tentang kekeringan, banjir, hutan yang gundul, gunung yang asri dan sebagainya. Dengan menganalisis produk budaya yang diwujudkan siswa, pengajar dapat menilai sejauh mana siswa memperoleh pemahaman dalam topik lingkungan, dan bagaimana siswa menjiwai topik.

4. Belajar berbudaya
Belajar berbudaya merupakan bentuk pengejawantahan budaya itu dalam perilaku nyata sehari-hari siswa. Namun dalam pelaksanaannya guru dan kepala sekolah dapat menjadi teladan bagi siswa (Ing Ngarso Sung Tuladha) Dalam belajar berbudaya ini, siswa juga dibudayakan untuk selalu menggunakan tata krama saat berbicara walaupun dengan teman sebaya, sehingga masing-masing dapat saling menghormati, toleransi dan terhindar dari bullying Pembiasaan berperilaku sopan santun saat berinteraksi dengan orang yang lebih tua. Siswa juga dapat membedakan penggunaan Bahasa yang sopan terhadap sesama dan dengan orang yang lebih tua. Menggunakan pakaian adat pada acara acara tertentu misalnya setiap hari Kamis Pahing, HUT Ngayogyokarto, HUT Kulon Progo, HUT Banguncipto, HUT SMA Negeri 1 Sentolo dan pelepasan peserta didik yang telah lulus. Anak juga dapat melaksanakan kebersihan lingkungan sekolah pada hari Jumat melalui program Jumat Bersih.https://bagawanabiyasa.wordpre ss.com/2018/01/12/pembelajaranberbasis-budaya.

Dengan Pendidikan berbasis budaya maka akan menginternalisasikan budaya lokal, sehingga ketika berhadapan dengan budaya luar tidak sekedar menerima namun juga menegaskan dan menyejajarkan identitas budaya sendiri. Proses belajar ini dapat di mana saja. Sekolah hanyalah salah satu tempat proses belajar itu terjadi. Proses pembudayaan di sekolah untuk pencapaian akademik siswa, untuk membudayakan sikap, pengetahuan, keterampilan dan tradisi yang ada dalam suatu komunitas budaya, serta untuk mengembangkan budaya dalam suatu komunitas melalui pencapaian akademik siswa.

 

 

 

 

 

 

WhatsApp Tanya Via WA