Oleh : Ibnu Rizqi Satriya

” Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa ”
” Berbeda Beda Tetapi Tetap Satu, Tidak Ada Pengabdian Yang Mendua ”
Kalimat di atas mungkin tak lagi terdengar asing bagi mereka yang tulus terhadap bangsanya. Sebuah sastra maknawi perlambang perdamaian di tanah nusantara yang terhimpun dalam perbedaan. Bhinneka lahir karena keberagaman dan Tunggal Ika ada untuk menyertai keberagaman.
Tahukah kalian? Faktanya makna Bhinneka Tunggal Ika sudah terlahir sejak berabad-abad silam. Ketika seorang pujangga hebat dalam kitabnya Sutasoma menorehkan sepenggal sastra berharga: Bhinneka Tunggal Ika yang kini menjaga harmoni perdamaian bangsa. Sungguh hebat bukan bangsa kita, terlahir dengan alam yang kaya dan juga diberkahi dengan tokoh-tokoh yang hebat pula untuk menjaganya. Jagalah berkah ini dan teruskanlah perjuangan hebat tokoh-tokoh pendahulu.

Bangsa Indonesia terlahir sebagai bangsa yang heterogen. Bangsa yang memiliki banyak perbedaan, baik suku bangsa, etnis, ras, budaya bahkan dalam konteks kepercayaan. Namun, walau keberagaman menjadi tembok besar yang ada di antara persaudaraan, jangan biarkan hal itu sebagai penghalang. Buatlah pintu bertamu diantaranya agar semua tetap bisa saling sapa dengan damai.

Salah satu contoh nyata keberagaman yang begitu dekat dalam lingkungan masyarakat adalah dalam hal kepercayaan. Di Indonesia sendiri ada enam kepercayaan yang diakui, diantaranya adalah Islam sebagai mayoritas, Katholik, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu. Walaupun terlahir dari rahim yang berbeda dalam hal kepercayaan, namun bukankah kita terlahir di bangsa yang sama? Sehingga meski iman menjadi batas yang nyata dalam hal keyakinan, namun dalam bermasyarakat biarkan bangsa ini yang menyaudarakan segala perbedaan. Pererat toleransi dan persempit ruang konflik dalam keberagamaan.

Praktik menyaudarakan segala perbedaan itu tampak pada kehidupan masyarakat di Dusun Tempel, Girimulyo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di dusun tersebut, mayoritas penduduknya adalah beragama muslim dan hanya ada satu keluarga yang beragama non muslim. Walaupun agama non muslim menjadi minoritas, tali persaudaraan masih terpampang jelas. Hal ini karena warganya hidup berdampingan dan toleran. Paham toleransi sangatlah penting dalam mendasari hubungan masyarakat yang heterogen. Karena dengan adanya paham toleransi, maka hal itu akan mendorong kelompok masyarakat yang heterogen untuk saling menghargai dan menghormati keberagaman.

Sebagai contoh orang yang menjujung tinggi toleransi adalah Sumiratmi. Sumiratmi adalah satu-satunya warga Dusun Tempel yang beragama non Muslim. Walaupun Sumiratmi adalah seorang minoritas di Dusun Tempel nyatanya ia tetap sanggup menjaga erat tali persaudaraan dengan warga Tempel lainnya tanpa mempermasalahkan perbedaan keyakinan. Beberapa hal nyata terkait paham toleransi seorang Sumiratmi dapat dilihat pada saat nuansa hari raya.

Seperti yang kita ketahui hampir setiap tahun seluruh umat muslim di seluruh dunia merayakan hari raya Idulfitri. Di hari itu seluruh umat muslim antusias menyambut hari kemenangan, tak terkecuali warga di Dusun Tempel. Faktanya kebahagiaan menyambut hari raya Idulfitri tidak hanya dirasakan warga Muslim saja. Sumiratmi yang merupakan minoritas pun merasakan kebahagiaan yang sama. Setiap hari raya Idulfitri Sumiratmi tidak hanya berdiam diri begitu saja. Setiap hari raya Idulfitri, ia selalu membeli beraneka ragam kue dan hidangan lebaran lainnya untuk disuguhkan kepada saudara Muslim yang berkunjung bersilahturahmi dengannya. Walaupun Sumiratmi adalah seorang non muslim di Dusun Tempel akan tetapi ia selalu mendalami makna silaturahmi dan selalu memaknai nuansa hari raya Idulfitri sebagai ajang untuk saling maaf-memaafkan dan menyambut hari baru dengan bahagia.

Selain pada nuansa hari raya Idulfitri, toleransi Sumiratmi juga terlihat pada nuansa hari raya Iduladha. Rumah Sumiratmi terbilang tidak terlalu jauh dari Masjid Al-Makmur hanya sekitar beberapa puluh langkah. Setiap hari raya Iduladha, Sumiratmi selalu berusaha menjaga keheningan untuk menghormati saudara Muslim yang sedang melakukan sholat Iduladha dan juga selama berlangsungnya khutbah.
Kemudian pada saat proses pemotongan daging kurban Sumiratmi juga tidak pernah enggan dan turun tangan langsung untuk membantu bersama warga Muslim lainnya. Baginya, perbedaan keyakinan bukanlah sebuah hambatan nyata dalam kehidupan sehari-hari seorang Sumiratmi. Demikian juga pandangan saudaranya yang Muslim, meski Sumiratmi memiliki perbedaan keyakinan ia mendapatkan jatah daging kurban.
Menurut Warsiman, ketua takmir Masijd Al Makmur Dusun Tempel, pemberian daging kurban kepada warga lain yang memiliki perbedaan keyakinan adalah sebagai perwujudan dari adanya sikap toleransi dan pada dasarnya seluruh manusia adalah saudara. Sungguh besar bukan rasa toleransi dan persaudaraan warga di dusun Tempel. Harapannya, toleransi tersebut akan berjalan langgeng sehingga warga Tempel tetap hidup harmonis dalam kebhinnekaan.

Tak hanya pada setiap perayaan hari raya umat Muslim, bukti toleransi juga terlihat pada kehidupan sosial Sumiratmi. Pada saat tetangganya menggelar hajatan, Sumiratmi juga turut serta gotong royong bersama tetangga lainnya yang bergama Muslim dalam mempersiapkan acara yang bernuansa Islami tersebut. Bahkan Sumiratmi mampu membaur guyub rukun dengan warga lainnya. Besarnya rasa toleransi dan kebaikan Sumiratmi, menjadikannya sebagai sosok yang disegani dan dihormati.

Sebagai balasan atas rasa toleransi dari Sumiratmi, warga Muslim di Dusun Tempel juga menghargai perbedaan keyakinan yang ada dan bahkan saling gotong royong membantu saat Sumiratmi memerlukan bantuan. Sebagai salah satu bukti nyata, hal itu terlihat pada saat beliau menggelar sembahyangan di rumahnya Tetangganya yang bergama Muslim juga turut hadir membantu Sumiratmi mempersiapkan makanan untuk tamu sembahyangan.

Keberagaman, entah itu kepercayaan, suku bangsa, ras, etnis, budaya dan latar belakang setiap individu/kelompok, terkadang membuka peluang terjadinya konflik terlebih pada kehidupan pemuda pemudi Nusantara. Karenanya membentengi setiap generasi terlebih generasi penerus bangsa dengan pemikiran-pemikiran nasionalisme sangatlah penting. Terlebih lagi di masa digital saat ini ketika segala informasi dengan mudah dapat diakses oleh siapa saja.

Perkembangan teknologi yang berkembang dengan pesat, ditambah dengan meluasnya jaringan media sosial yang dapat menghubungkan jutaan pengguna dari seluruh penjuru Nusantara bahkan seluruh dunia, maka dari itu perlu sekali adanya penanaman dini sikap bijak dalam menggunakan media sosial. Hindari konflik melalui media sosial seperti perang komentar, ujaran kebencian terlebih yang melibatkan keberagaman. Percayalah hal sesederhana itu dapat berdampak besar apabila tidak terkontrol dengan baik salah satunya adalah perpecahan. Tak akan ada perpecahan yang menyenangkan, segalanya akan terasa hambar bagi mereka yang memiliki nurani.

Selain hal Itu, dampak nyata dari perkembangan digital adalah mudah masuknya informasi baru tanpa mengetahui fakta yang sebenarnya. Banjirnya hoak di media sosial perlu juga merupakan salah satu ancaman besar bagi masyarakat terlebih pada keberagaman. Berkembangnya informasi-informasi palsu yang terkadang menjatuhkan citra budaya atau bahkan kepercayaan lainnya, juga dapat memicu timbulnya konflik keberagaman.Karena itu mengikat paham nasionalisme dan toleransi keberagaman sangatlah penting.

Dengan tertanam kuat paham nasionalisme dan toleransi pada setiap jiwa generasi terlebih bagi generasi muda yang esok akan membawa masa depan bangsa dapat menjadi cikal bakal kokohnya persatuan suatu bangsa. Hal ini mengingatkan kita pada apa yang pernah dikatakan seorang Mahatma Gandhi: “Persatuan untuk menjadi nyata harus tahan terhadap tekanan terberat tanpa putus.”

Subtema ” Literasi, Moderasi dan Indahnya keberagaman “

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

WhatsApp Tanya Via WA